Ya Allah Aku Berhijab Tapi Aku Hamil Karena Zina, Bolehkah Kiranya Aku Dinikahinya? Jawabanya Sangat Mengejutkan!!

Ketika seseorang telah beranjak dewasa, maka hal yang wajar jika ia tengah mempunyai perasaan yang meledak, bahkan tidak bisa menahannya dan terus berkembang setiap waktunya. Benar, hal tersebut adalah cinta. Akan tetapi, di era sekarang ini, banyak yang mengatasnamakan cinta diatas nafsu dan obsesi. Sehingga pada akhirnya ia dan sang kekasih akan terjebak pada sebuah lubang dimana penuh dengan risiko.

Ketika hal tersebut sudah terlanjur terjadi, maka yang biasa dilakukan adalah dengan cepat-cepat mengatakannya kepada keluarga. Meski ada perasaan sesal di hati. Namun yang terjadi sudah terjadi dan hanya bisa diselesaikan dengan sebuah pernikahan. Oleh karena itulah, sang pria pun diharapkan oleh si wanita untuk sudi menerimanya.


"Ya Allah, aku hamil atas zina, bagaimana jika sekiranya dia menikah denganku? Apakah boleh kita melangsungkan pernikahan agar semua orang tak tahu aku telah kelewat batas?"

Mungkin dari segi,,,, ,,,keluarga dan kerabat yang tak rela menanggung malu, maka yang harus dilakukan adalah cara satu-satunya yang bisa menyelamatkan martabat orang tua dan keluarga. Namun, bagaimana dalam pandangan Islam?

Ketahui bahwa jika seorang laki-laki berzina terhadap seorang wanita dan hamil olehnya, dia tidak boleh menikahinya sebelum wanita tersebut melahirkan dan keduanya bertaubat kepada Allah Ta’ala. Sebagian ahli fiqih membolehkan melakukan akad pernikahan dengan seorang wanita yang hamil olehnya, tapi tidak boleh menggaulinya. Sebagian lainnya membolehkan akad dan menggaulinya. (Lihat Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiah, 19/337)

Ulama dari kalangan mazhab

Hanafi berpendapat bahwa dia boleh mengakui atau tidak mengakui anak tersebut untuk dirinya dengan syarat dia tidak mengatakan bahwa anak itu hasil zina.

Disebutkan dalam kitab ‘Al-Fatawa Al-Hindiyah’ yang merupakan kitab dalam fiqih mazhab Hanafi (1/540), “Jika seseorang berzina dengan seorang wanita, lalu hamil, kemudian dia menikahinya dan melahirkan, jika kelahirannya pada usia pernikahan enam bulan ke atas, maka nasabnya dikaitkan dengannya.
Jika kelahirannya kurang dari enam bulan, maka nasabnya tidak dapat diberikan kepadanya, kecuali jika dia mengaku bahwa anak itu adalah anaknya dan tidak mengatakan bahwa anak itu bukan hasil zina. Adapun jika dia mengatakan bahwa dia adalah anakku dari hasil zina, maka nasabnya tidak dapat diberikan kepadanya dan anak itu tidak dapat mewarisi darinya.

Subscribe to receive free email updates: